Selasa, Mei 12, 2009

Kisah Perjuangan Korban Developer Nakal: Perang Belum Selesai

Kisah Perjuangan Korban Developer Nakal: Perang Belum Selesai
Senin, 24-09-2007 07:06:51 oleh: jojo raharjo
Kanal: Suara Konsumen

Hati-hati kalau mau beli rumah baru di Jakarta. Itulah pesan moral dari kasus yang kami alami, mantan calon penghuni perumahan Wismamas Cinere di kawasan Limo, Depok. Mengapa disebut mantan calon? Karena kami, yang tergabung dalam Forum Konsumen Wismamas Cinere (FKWC) sudah sampai pada kata bulat untuk membatalkan mimpi mendiami kawasan yang semula terbayang sejuk nan asri itu.

November 2006, saya dan isteri jatuh hati pada stand Wismamas Cinere di pameran perumahan di North Sky Walk Pondok Indah Mall. Maklum, pengembang satu ini memasang tagline, "Beli rumah, tak mesti mahal, kan?" Dengan harga Rp 160-an juta -tergolong paling murah untuk hunian di selatan Jakarta- kami pun menjalani semua proses pembelian rumah, mulai dari survey lokasi, mengangsur uang muka, sampai survey dari pihak bank ke tempat kerja.

Sebelum memastikan pembelian rumah, isteri saya yang semasa menjadi jurnalis sempat ngepos di Departemen Pekerjaan Umum, blusukan ke kantor PU untuk memastikan lokasi itu tidak kena gusur tol. Dari hasil gerilya ke PU itu, master plan tol yang sebenarnya rahasia berhasil diintip, dan kawasan Wismamas Cinere ternyata aman dari gusuran... and the deal goes on.

Setelah menyelesaikan tiga kali pembayaran uang muka, sampailah kami pada lima kali angsuran biaya administrasi. Maklum, beli di rumah di Jabodetabek tergolong "barang mewah", jadi mesti ada komponen Pajak Pertambahan Nilai sekitar Rp 15 juta ke kas negara.

Sampai di situ, kecurigaan muncul, karena rumah tak kunjung dibangun. Kami pun semakin meragukan janji pengembang PT Wismamas Citra Raya bahwa rumah siap ditempati awal 2007. Duarrr... petir di siang bolong serasa meledak di atas kepala ketika kami pun mendapat informasi ternyata perumahan itu kena gusur tol, berdasarkan perubahan patok tol akhir Maret 2007 untuk proyek tol Jagorawi-Cinere dan Depok-Antasari. Meski sejatinya, rumah kami di blok C6/7 tidak kena gusur -namun bakal hanya berjarak 20 an meter dari ramp jalan tol- tapi imbas perubahan proyek ini membuat pembangunan tersendat.

Usut punya usut, kami tidak sendiri. Dari sekitar 600 pembeli di komplek itu, hampir separuhnya meradang karena kena gusur tol dan impian segera menempati rumah baru tak kunjung terealisasi. Maka, terbentuklah Forum Konsumen Wismamas Cinere tadi. Bayangkanlah, ada pasangan suami-isteri yang sudah memproses pembelian rumah sejak mereka masih pacaran, dan sekarang sudah dikaruniai momongan, tapi harapan menempati rumah Wismamas Cinere tak juga terwujud.

Berbagai usaha kami lakukan untuk menarik uang yang sudah masuk ke kantor pengembang di Terogong Raya, kawasan Pondok Indah, yang sekomplek dengan manajemen McDonald -maklum sama-sama perusahaan keluarga milik Bambang Rachmadi brothers. Rapat demi rapat dilalui, namun isinya hanya kemurkaan melanda, apalagi beberapa kali pengembang memberikan perlawanan dengan menyewa preman bayaran untuk menjadi tameng dari konsumen yang datang mengeluh.

Bayangkanlah, kalau masing-masing konsumen telah menyetorkan uang sekitar Rp 40 juta seperti yang saya alami (faktanya ada yang telah setor lebih dari Rp 100 juta) lalu dikalikan angka 200 konsumen saja, maka sudah ketemu angka Rp 8 Milyar. Nah, berapa bunganya coba kalau uang Rp 8 Milyar didepositokan dengan suku bunga 1 persen saja tiap bulannya...

Kemurkaan semakin memuncak saat kami searching nama pengembang ini di dunia maya. Tertemukanlah bahwa mereka juga mengalami masalah serupa -keterlambatan pembangunan- di proyek Kemiling, Lampung. Yang edan, di salah satu media yang kami baca di internet, mereka menenangkan konsumen di Lampung dan berkata, "Sabar, proyek Lampung akan kami bangun, segera setelah kami mendapat uang pembelian rumah dan kompensasi tol dari proyek Cinere!"

Usaha lain untuk menarik uang saya lakukan dengan berkeluh kesah ke Surat Pembaca berbagai media massa, dan sampai saat ini liputan maupun suratnya sudah termuat di Tabloid Rumah, Harian Kontan, Kompas.com, Detik.com, Warta Kota, Majalah Tempo, dan Majalah Gatra.

Pendekatan ke Real Estate Indonesia -karena PT Wismamas Citra Raya merupakan anggota REI Jakarta- juga sudah kami tempuh. Tapi dasar organisasi pengembang, REI ternyata tak berdaya dan cenderung melindungi anggotanya.

Upaya lain yang gencar kami lakukan yakni mengadu ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Melalui dua kali mediasi YLKI yang mempertemukan Forum Konseumen dengan Direksi Wismamas, kami menuntut pengembalian uang ditambah kompensasi 50 persen sebagai bentuk tanggungjawab atas wanprestasi pengembang. Pihak pengembang meminta waktu dengan alasan, "Berunding dulu dengan seluruh manajemen."

Setitik harapan sempat tersirat saat YLKI mengirim surat undangan untuk negosiasi final Rabu (19/9) lalu. Namun, harapan itu kembali tertunda ketika muncul pesan pendek pembatalan pertemuan, dengan alasan, "YLKI telah menerima surat dari Wismamas bahwa mereka baru akan membayar uang konsumen setelah menerima kompensasi tol dari Pemerintah Kota Depok."

Hmmm...nasib kami kembali terkatung... Terus membayar tambahan uang kontrakan, dan ada juga konsumen yang terus membayar angsuran KPR di bank meski rumah tidak juga terealisasi. Sementara itu, di lokasi Wismamas Cinere, tiba-tiba saja kavling-kavling di sana berubah menjadi rumah yang dibangun dengan standar seadanya alias asal jadi, dengan dinding retak dan genteng bolong di sana-sini. Tujuannya, apalagi kalau bukan akal-akalan pengembang untuk menujukkan kepada konsorsium tol bahwa mereka telah membangun rumah yang kemudian kena gusur dua proyek tol. Seolah-olah rumah sudah jadi dan kena proyek tol, padahal yang terjadi adalah sebaliknya.

Maka, sementara saya terus menanti kapan uang kami akan balik, kita kembali kepada moral story di awal:cerita: Hati-hati beli rumah di Jakarta...



Foto: lokasi perumahan wismamas

Tidak ada komentar: